Jumat, 08 Mei 2015

AMALAN PUASA

Sungguh, puasa adalah amalan yang sangat utama.
Di antara ganjaran puasa disebutkan dalam hadits
berikut,
ﻛُﻞُّ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻳُﻀَﺎﻋَﻒُ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔُ ﻋَﺸْﺮُ ﺃَﻣْﺜَﺎﻟِﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺳَﺒْﻌِﻤِﺎﺋَﺔِ ﺿِﻌْﻒٍ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟِﻰ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﺟْﺰِﻯ ﺑِﻪِ ﻳَﺪَﻉُ ﺷَﻬْﻮَﺗَﻪُ ﻭَﻃَﻌَﺎﻣَﻪُ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﻠِﻰ ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ
ﻓَﺮْﺣَﺘَﺎﻥِ ﻓَﺮْﺣَﺔٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻓِﻄْﺮِﻩِ ﻭَﻓَﺮْﺣَﺔٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻟِﻘَﺎﺀِ ﺭَﺑِّﻪِ . ﻭَﻟَﺨُﻠُﻮﻑُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﻃْﻴَﺐُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦْ
ﺭِﻳﺢِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻚِ
“ Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh
manusia akan dilipat gandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali
amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-
Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan
dia telah meninggalkan syahwat dan makanan
karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan
mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan
ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa
dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau
minyak kasturi” (HR. Muslim no. 1151).
Adapun puasa sunnah adalah amalan yang dapat
melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula
puasa sunnah dapat meningkatkan derajat
seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as
saabiqun al muqorrobun). [1] Lewat amalan sunnah
inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta
Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻋَﺒْﺪِﻯ ﻳَﺘَﻘَﺮَّﺏُ ﺇِﻟَﻰَّ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﻓِﻞِ ﺣَﺘَّﻰ ﺃُﺣِﺒَّﻪُ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﺣْﺒَﺒْﺘُﻪُ ﻛُﻨْﺖُ ﺳَﻤْﻌَﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻯ
ﻳَﺴْﻤَﻊُ ﺑِﻪِ ، ﻭَﺑَﺼَﺮَﻩُ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻳُﺒْﺼِﺮُ ﺑِﻪِ ، ﻭَﻳَﺪَﻩُ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﻳَﺒْﻄُﺶُ ﺑِﻬَﺎ ﻭَﺭِﺟْﻠَﻪُ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﻳَﻤْﺸِﻰ
ﺑِﻬَﺎ ، ﻭَﺇِﻥْ ﺳَﺄَﻟَﻨِﻰ ﻷُﻋْﻄِﻴَﻨَّﻪُ ، ﻭَﻟَﺌِﻦِ ﺍﺳْﺘَﻌَﺎﺫَﻧِﻰ ﻷُﻋِﻴﺬَﻧَّﻪُ
“ Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku
dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka
Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang
ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk
pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat,
memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan
untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya
yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon
sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan
jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan
melindunginya ” (HR. Bukhari no. 2506). Gambar
1. Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺗُﻌْﺮَﺽُ ﺍﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻻِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻤِﻴﺲِ ﻓَﺄُﺣِﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺮَﺽَ ﻋَﻤَﻠِﻰ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺻَﺎﺋِﻢٌ
“ Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari
Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku
dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa. ” (HR.
Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , beliau mengatakan,
ﺇِﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺘَﺤَﺮَّﻯ ﺻِﻴَﺎﻡَ ﺍﻻِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻤِﻴﺲِ .
“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan
kamis. ” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no.
1739. Shahih)
2. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada
hari apa saja.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata,
ﺃَﻭْﺻَﺎﻧِﻰ ﺧَﻠِﻴﻠِﻰ ﺑِﺜَﻼَﺙٍ ﻻَ ﺃَﺩَﻋُﻬُﻦَّ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﻣُﻮﺕَ ﺻَﻮْﻡِ ﺛَﻼَﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺷَﻬْﺮٍ ،
ﻭَﺻَﻼَﺓِ ﺍﻟﻀُّﺤَﻰ ، ﻭَﻧَﻮْﻡٍ ﻋَﻠَﻰ ﻭِﺗْﺮٍ
“ Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku
tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1]
berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan
shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum
tidur. ”( HR. Bukhari no. 1178)
Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
ﺃَﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻳَﺼُﻮﻡُ ﺛَﻼَﺛَﺔَ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺷَﻬْﺮٍ ﻗَﺎﻟَﺖْ
ﻧَﻌَﻢْ . ﻗُﻠْﺖُ ﻣِﻦْ ﺃَﻳِّﻪِ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺼُﻮﻡُ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻛَﺎﻥَ ﻻَ ﻳُﺒَﺎﻟِﻰ ﻣِﻦْ ﺃَﻳِّﻪِ ﺻَﺎﻡَ. ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮ
ﻋِﻴﺴَﻰ ﻫَﺬَﺍ ﺣَﺪِﻳﺚٌ ﺣَﺴَﻦٌ ﺻَﺤِﻴﺢٌ
“ Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah
menjawab, “ Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “ Pada hari
apa beliau melakukan puasa tersebut? ” ‘Aisyah
menjawab, “ Beliau tidak peduli pada hari apa beliau
puasa (artinya semau beliau) .” (HR. Tirmidzi no.
763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih)
Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah
pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang
dikenal dengan ayyamul biid . [2] Dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma , beliau berkata,
ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﺎ ﻳُﻔْﻄِﺮُ ﺃَﻳَّﺎﻡَ ﺍﻟْﺒِﻴﺾِ ﻓِﻲ ﺣَﻀَﺮٍ ﻭَﻟَﺎ ﺳَﻔَﺮٍ
“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian
maupun ketika bersafar .” (HR. An Nasai no. 2345.
Hasan).
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda padanya,
ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﺫَﺭٍّ ﺇِﺫَﺍ ﺻُﻤْﺖَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮِ ﺛَﻼَﺛَﺔَ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓَﺼُﻢْ ﺛَﻼَﺙَ ﻋَﺸْﺮَﺓَ ﻭَﺃَﺭْﺑَﻊَ ﻋَﺸْﺮَﺓَ
ﻭَﺧَﻤْﺲَ ﻋَﺸْﺮَﺓَ
“ Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap
bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14,
dan 15 (dari bulan Hijriyah). ” (HR. Tirmidzi no. 761
dan An Nasai no. 2424. Hasan)
3. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah sehari berpuasa
dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ﺃﺣَﺐُّ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡِ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻِﻴَﺎﻡُ ﺩَﺍﻭُﺩَ، ﻭَﺃﺣَﺐُّ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻼﺓُ ﺩَﺍﻭُﺩَ : ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻨَﺎﻡُ
ﻧِﺼْﻒَ ﺍﻟﻠﻴﻞ، ﻭَﻳَﻘُﻮﻡُ ﺛُﻠُﺜَﻪُ ﻭَﻳَﻨَﺎﻡُ ﺳُﺪُﺳَﻪُ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻳُﻔْﻄِﺮُ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻭَﻳَﺼُﻮْﻡُ ﻳَﻮْﻣًﺎ
“ Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa
Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah
Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam,
dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada
seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan
berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim
no. 1159)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata,
ﺃُﺧْﺒِﺮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺃَﻧِّﻰ ﺃَﻗُﻮﻝُ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻷَﺻُﻮﻣَﻦَّ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭَ
ﻭَﻷَﻗُﻮﻣَﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﻣَﺎ ﻋِﺸْﺖُ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – «
ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺗَﻘُﻮﻝُ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻷَﺻُﻮﻣَﻦَّ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭَ ﻭَﻷَﻗُﻮﻣَﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﻣَﺎ ﻋِﺸْﺖُ » ﻗُﻠْﺖُ ﻗَﺪْ ﻗُﻠْﺘُﻪُ .
ﻗَﺎﻝَ « ﺇِﻧَّﻚَ ﻻَ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊُ ﺫَﻟِﻚَ ، ﻓَﺼُﻢْ ﻭَﺃَﻓْﻄِﺮْ ، ﻭَﻗُﻢْ ﻭَﻧَﻢْ ، ﻭَﺻُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮِ ﺛَﻼَﺛَﺔَ
ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔَ ﺑِﻌَﺸْﺮِ ﺃَﻣْﺜَﺎﻟِﻬَﺎ ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻣِﺜْﻞُ ﺻِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ » . ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﺇِﻧِّﻰ
ﺃُﻃِﻴﻖُ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ . ﻗَﺎﻝَ « ﻓَﺼُﻢْ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻭَﺃَﻓْﻄِﺮْ ﻳَﻮْﻣَﻴْﻦِ » . ﻗَﺎﻝَ
ﻗُﻠْﺖُ ﺇِﻧِّﻰ ﺃُﻃِﻴﻖُ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ . ﻗَﺎﻝَ « ﻓَﺼُﻢْ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻭَﺃَﻓْﻄِﺮْ ﻳَﻮْﻣًﺎ ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﺻِﻴَﺎﻡُ
ﺩَﺍﻭُﺩَ ، ﻭَﻫْﻮَ ﻋَﺪْﻝُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡِ » . ﻗُﻠْﺖُ ﺇِﻧِّﻰ ﺃُﻃِﻴﻖُ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ﻣِﻨْﻪُ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ . ﻗَﺎﻝَ «
ﻻَ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ » .
Disampaikan kabar kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bahwa aku berkata; “ Demi Allah,
sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan
sungguh aku akan shalat malam sepanjang
hidupku .” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepadanya (‘Abdullah bin ‘Amru):
“ Benarkah kamu yang berkata; “Sungguh aku akan
berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan
shalat malam sepanjang hidupku? “. Kujawab; “ Demi
bapak dan ibuku sebagai tebusannya, sungguh aku
memang telah mengatakannya“. Maka Beliau
berkata: “ Sungguh kamu pasti tidak akan sanggup
melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan
berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan
berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan
karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh
kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa
sepanjang tahun. ” Aku katakan; “ Sungguh aku
mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah “. Beliau
berkata: “ Kalau begitu puasalah sehari dan
berbukalah selama dua hari”. Aku katakan lagi:
“Sungguh aku mampu yang lebih dari itu “. Beliau
berkata: “ Kalau begitu puasalah sehari dan
berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa
Nabi Allah Daud ‘alaihi salam yang merupakan puasa
yang paling utama “. Aku katakan lagi: “ Sungguh
aku mampu yang lebih dari itu“. Maka beliau
bersabda: “ Tidak ada puasa yang lebih utama dari
itu“. (HR. Bukhari no. 3418 dan Muslim no. 1159)
Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits di atas
menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang dari melakukan puasa lebih dari
puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak.” [3]
Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “Puasa
seperti puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak
adalah lebih afdhol dari puasa yang dilakukan terus
menerus (setiap harinya).” [4]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin
rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya
hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak
merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia
melakukan puasa ini sampai membuatnya
meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya.
Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya
terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat,
di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang
mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa
malah membuat jadi lemas, maka sudah
sepantasnya tidak memperbanyak puasa. … Wallahul
Muwaffiq .” [5]
4. Puasa di Bulan Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻳَﺼُﻮﻡُ ﺷَﻬْﺮًﺍ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ
ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺼُﻮﻡُ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻛُﻠَّﻪُ
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa
berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari
bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berpuasa pada bulan Sya’ban
seluruhnya .” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no.
1156).
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan,
ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺼُﻮﻡُ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﻛُﻠَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺼُﻮﻡُ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ ﺇِﻻَّ ﻗَﻠِﻴﻼً .
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa
pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau
berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no.
1156)
Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada
mayoritas harinya (bukan seluruh harinya [6] )
sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul Munir.
[7] Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa
sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak
disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. [8]
5. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺻَﺎﻡَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺛُﻢَّ ﺃَﺗْﺒَﻌَﻪُ ﺳِﺘًّﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻮَّﺍﻝٍ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﺼِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ
“ Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian
berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia
seperti berpuasa setahun penuh .” (HR. Muslim no.
1164)
6. Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
« ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺃَﺣَﺐُّ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦْ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡِ ». ﻳَﻌْﻨِﻰ ﺃَﻳَّﺎﻡَ
ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِ . ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻻَ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ « ﻭَﻻَ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻰ
ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻻَّ ﺭَﺟُﻞٌ ﺧَﺮَﺝَ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻣَﺎﻟِﻪِ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻊْ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﺸَﻰْﺀٍ » .
“ Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh
Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada
hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul
Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di
jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali
orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan
hartanya namun tidak ada yang kembali
satupun. ” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no.
757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968.
Shahih). Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah
berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada
amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa
shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan
sholih lainnya. [9] Di antara amalan yang dianjurkan
di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻳَﺼُﻮﻡُ ﺗِﺴْﻊَ ﺫِﻯ ﺍﻟْﺤِﺠَّﺔِ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﻋَﺎﺷُﻮﺭَﺍﺀَ
ﻭَﺛَﻼَﺛَﺔَ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺷَﻬْﺮٍ ﺃَﻭَّﻝَ ﺍﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻤِﻴﺲَ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada
hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari
setiap bulannya[10] , …” (HR. Abu Daud no. 2437.
Shahih).
7. Puasa ‘Arofah
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9
Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,
ﺻِﻴَﺎﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﻋَﺮَﻓَﺔَ ﺃَﺣْﺘَﺴِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻥْ ﻳُﻜَﻔِّﺮَ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﻗَﺒْﻠَﻪُ ﻭَﺍﻟﺴَّﻨَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﺑَﻌْﺪَﻩُ
ﻭَﺻِﻴَﺎﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﻋَﺎﺷُﻮﺭَﺍﺀَ ﺃَﺣْﺘَﺴِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻥْ ﻳُﻜَﻔِّﺮَ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﻗَﺒْﻠَﻪُ
“ Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai
keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa
‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan
setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya
mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau
menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa
setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).
Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak
dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah. Dari Ibnu
‘Abbas, beliau berkata,
ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺃَﻓْﻄَﺮَ ﺑِﻌَﺮَﻓَﺔَ ﻭَﺃَﺭْﺳَﻠَﺖْ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺃُﻡُّ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞِ ﺑِﻠَﺒَﻦٍ
ﻓَﺸَﺮِﺏَ
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa
ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan
minuman susu, beliau pun meminumnya. ” (HR.
Tirmidzi no. 750. Hasan shahih).
8. Puasa ‘Asyura
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡِ ﺑَﻌْﺪَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺷَﻬْﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡُ ﻭَﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔَﺮِﻳﻀَﺔِ ﺻَﻼَﺓُ
ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ
“ Puasa yang paling utama setelah (puasa)
Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –
Muharram. Sementara shalat yang paling utama
setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.
Muslim no. 1163). An Nawawi -rahimahullah-
menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan
bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah
pada bulan Muharram.” [11]
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana disebutkan
dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa ‘Asyura
dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Namun
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad di akhir
umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak
bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa
pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya
adalah untuk menyelisihi puasa ‘Asyura yang
dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa
ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan
puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum
muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada
yang berkata,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻳَﻮْﻡٌ ﺗُﻌَﻈِّﻤُﻪُ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮﺩُ ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ. ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - « ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺎﻡُ ﺍﻟْﻤُﻘْﺒِﻞُ – ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ – ﺻُﻤْﻨَﺎ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺍﻟﺘَّﺎﺳِﻊَ
». ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺄْﺕِ ﺍﻟْﻌَﺎﻡُ ﺍﻟْﻤُﻘْﺒِﻞُ ﺣَﺘَّﻰ ﺗُﻮُﻓِّﻰَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ .-
“ Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang
diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau
mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah
(jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula
pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi
wa sallam sudah keburu meninggal dunia .” (HR.
Muslim no. 1134).
Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit
fajar jika belum makan, minum dan selama tidak
melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus
dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , ia berkata,
ﺩَﺧَﻞَ ﻋَﻠَﻰَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ -ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺫَﺍﺕَ ﻳَﻮْﻡٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ « ﻫَﻞْ ﻋِﻨْﺪَﻛُﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ
». ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ ﻻَ. ﻗَﺎﻝَ « ﻓَﺈِﻧِّﻰ ﺇِﺫًﺍ ﺻَﺎﺋِﻢٌ ». ﺛُﻢَّ ﺃَﺗَﺎﻧَﺎ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﺁﺧَﺮَ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﺃُﻫْﺪِﻯَ ﻟَﻨَﺎ ﺣَﻴْﺲٌ . ﻓَﻘَﺎﻝَ « ﺃَﺭِﻳﻨِﻴﻪِ ﻓَﻠَﻘَﺪْ ﺃَﺻْﺒَﺤْﺖُ ﺻَﺎﺋِﻤًﺎ » . ﻓَﺄَﻛَﻞَ.
“ Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu
mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak
ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan
berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari
yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita
telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang
terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun
berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi
pagi tadi aku berpuasa .” (HR. Muslim no. 1154). An
Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim , “ Bab:
Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di
siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya
matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan
puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan
puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas.
Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang
ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia
ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari
sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq,
dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk
juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa
disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa
tersebut. [12]
Ketiga : Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah
sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan
seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻻَ ﺗَﺼُﻮﻡُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﻭَﺑَﻌْﻠُﻬَﺎ ﺷَﺎﻫِﺪٌ ﺇِﻻَّ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِ
“ Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan
suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR.
Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang
dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa
sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu.
Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas
adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan
oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman
tersebut karena suami memiliki hak untuk
bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya.
Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh
istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi
gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau
puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.” [13]
Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika
si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa.
Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak
mungkin bisa bersenang-senang dengannya.” [14]
Semoga Allah beri taufik untuk beramal sholih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar